MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah “USHUL FIQH”
ISTISSHAB

Disusun
oleh, kelompok 8 :
Alifah
Adhitya Fajria NIM:
131401500
Umar
Hadi. NIM : 131401
Yunindar
Rifa’atul M. NIM : 131401483
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
“SULTAN
MAULANA HASANUDDIN” BANTEN
Jl. Jend. Sudirman No.30, Serang 42118 (0254) 200323 - 208849 ext 2030 Fax.
200022 2013/1434
BAB Il
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-quran dan hadis yang sampai kepada kita masih otentik dan orisinil.
Orisinilitas dan otentisitas di dukung oleh penggunaan bahasa aslinya yakni
bahasa arab karena al-quran dan hadis merupakan dua dalil hukum yakni
petunjuk-petunjuk adanya hukum. Untuk mengetahui hukum-hukum tidak cukup dengan
adanya petunjuk, melainkan perlu cara khusus untuk mengetahui atau memahaminya
dari petunjuk-petunjuk itu , cara khusu itulah yang kita sebut metode. Ilmu
untuk mengetahui cara itudisebut metologi.dasar-dasar ushul fiqh ini berisi
tiga pokok bahasan yaitu ruang lingkup ushul fiqh, hukum syara’, dan sumber
dalil atau hukum syara’.
B.
Rumusan
Masalah
1.apa itu istishhab?
2. apa macam-macam/pembagian
istishhab?
3. bagaimana pendapat ulama
tentang istishhab?
4. bagaimana kehujjahan
istishhab?
C. Tujuan
1. mengetahui apa itu istishhab
2. mengetahui pembagian istishhab
3. mengahui pendapat ulama
tentang istishhab
4. mengetahui kehujjahan
istishhab
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
AL-ISTISHHAB
1. )
Pengertian
Asyaukani menta’rifkan istishhab yaitu :
“Tetapnya sesuatu hukum selama tidak ada yang mengubahnya”.
Jadi, hukum yang telah ditetapkan pada
masa yang lalu terus berlaku sampai ada Dalil lain dan merubah hukum tersebut. Atau
sebaliknya apa yang tidak ditetapkan pada masa lalu, terus demikian keadaanya
sampai ada dalil yang menetapkan hukumnya.
Contoh tentang Istishhab adalah sebagai beikut
:
1. Apabila
telah jelas adanya pemilikan terhadap sesuatu harta karena adanya bukti terjadinya pemilikan seperti karena
membeli , warisan, hibbah, atau wasiat, maka pemilikan tadi terus berlangsung
sehingga ada bukti-bukti lain yag menunjukkan perpindahan pemilikan pada orang
lain.
2. Orang
yang hilang tetap dianggap hidup sehingga ada buku atau tanda-tanda lain yang
menunjukkan bahwa dia meninggal dunia.
3. Seorang
yang telah menikah terus dianggap ada dalam hubungan suami-istri sampai ada
bukti lain bahwa dia mennggal dunia.
Istishhab menurut harfiyah adalah
mengakui adanya hubungan perkawinan. Sedangkan menurut ulama ushul adalah
menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang
menunjukkan perubahan keadaan, atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada
masa lampau secara kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahannya.[1]
2.)
Pembagian Istishhab
·
Istishab al-Bar’at al-ahliyyah
Menurut Ibnu al-Qayyim disebut Bar’at al-‘Adam
Al-Ashliyah sperti terlepasnya tanggung
jawab dari segala taklif sampai ada bukti yang menetapkan taklifnya. Seperti
anak kecil sampai dengan datangnya baligh. Tidak ada kewajiban dan hak antara
seorang laki-laki dan seorang peempun yang bersifat pernikahan sampai adanya
akad nikah.
·
Istishhab yang ditunjkkan oleh syara
atau akal, seperti seorang harus tetap bertanggung jawab terhadap utang sampai
ada bukti bahwa dia telah melunasinya.
·
Istishhab hukum seperti Sesutu telah
ditetapkan dengan hukum mubah atau haram, maka hukum ini terus berlangsung
sampai ada dalil` yang menghramkan yang asalnya mubah atau membolehkan yang
asalnya haram. Dan yang asal dalam sesuatu (muamalah) adalah kebolehan
“Al-ashlu fil asy-yaai al-ibahah”
·
Al-istishhab washaf. Seperti keadaan
hedupnya seseorang dinisbahkan kepada orang yang hilang. Prof. Muhammad Abu
Zahrah menatakan: bahwa setiap Fuqaha menggunkan Istishhab dari macam a sampai
c, sedang mereka berbeda pendapat, uama-lama syafi’iyah dan hanailah
menggunakan Istishhab washaf secara mutlak dalam arti bisa menetapkan hak-ha
yang telah ada pada aktu tertentu dan seterusnya seta bisa pula menetapkan
hak-hak yang baru, sedangkan ulama malikiyah hanya menggunakan Istishhab washaf
ini untuk hak-hak dan kewajiban yang telah
ada, sedang untuk hak-hak yang baru mreka tidak mau mmakainya. Conthnya:
apabila seseorang dalam kadaan hidup meninggalkan kampung halamannya, maka
orang ini oleh semua mazhab di anggap tetap hidup sampai ada bukti-bukti yang
mennjukkan bahwa dia telah meninggal dunia, olh karena itu,tetap isrinya ada
dalam tanggung jawabnya dan pemilikannya terhadap sesuatu tidak berubah apabila
kemudian orang tua dari orang yang hlang ini meninggal dunia, maka menurt
mlikiyah dan hanafiah: qayyim yaitu orang yang mengurus harta si mafkud tidak
bisa meminta bagia warisan si mafkud atas dasarIstishhab, tetapi bagiannya
dielihara sebagai amanat sehingga jelas ia tlah meninggal; sbaliknya yaitu
apabia ahli waris si mafkud minta di bagi harta si mafkud, maka hal ini ditlak berdasarkan
Istsishhab. Istishhab yang digunakan oleh ulama-ulama hanafiyah adalah li
daf’I la li istba yaitu untuk menolak bukan untuk menetapkan
Para ulama yang mnyedikitkan turqul instinbat meluaskan
penggunaan istishhab, misalnya golongan Dhahiri, karena mereka menolak
penggunaan qiyas. Demikian pula mazhab syafi’I menggakan iatishhab karena tidak
menggunakan istihsan. Oleh karena itu, yang sedikit menggunakan istishhab
adalah Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki karena mereka meluaskan thurqul
istinbath dengan penggunaan istihsan, mashlahah dan ‘urf, sehingga ruangan
untuk beristirahat al-istishhab tinggal sedikit.
Dalam buku
yang lain (Dasar-dasar Ilmu Ushul Fiqh 1) menjelaskan macam-macam Istihhab
antara lain:
a.
Istisshab
al-bara’ah al-ashliyyah, menurut Ibn al-qayyim disebut Bar’at al-Adam
al-ashliyyah seperti terlepasnya tanggung jawab dari segala taklif sampai ada
bukti yang menetapkan taklifnya.
b.
Ishtishhab
al-ibahah al-ashliyyah, yaitu istishhab yang berdasarkan atas huum asal dari
sesuatu yang mubah. istishhab semacam ini banyak berperan dalam menetapkan
hukum di bidang muamalah.landasannya adalah sebuah prinsip yang mengatakan
hukum dasar darisesuatu yang bermanfaat boleh dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari selama tidak ada dalil yang melarangnya, sepertimakanan, minuman,
hewan dll. Prinsip ini berdasarkan ayat 29 surat al-baqarah yang artinya:
“dialah
Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu.”
c.
Istishhab
al-hukm
Yaitu
Istishhab yang berdasarkan pada tepatnya status hukum yang telah ada selam tidak ada sesuatu yang
mengubahnya. Misalnya seseorang yang telah melakukan akad nikah akan selamanya
terikat dalam jalinan suami istri sampaiada bukti yang menyatakan bahwa mereka
telah bercerai.
d.
Istishab
Wasaf
Setiap fuqaha
menggunakan tiga macam Istishhab, sedang merek berbeda pendapat pada yang
keempat. ‘ulama syafi’iyah dan hanbaiyah menggunakan Istishhab ini secara
mutlaq.
Dalam arti
bisa menetapkan hak-hak yang telah ada pada waktu tertentu dan seterusnya serta
bisa pula menetapkan hak-hak yang baru.tapi untuk malikiyyah hanya menggunakan
yang wasaf ini untuk hak-hak dan kewajiban yang telah ada.
II.
Pendapat ‘Ulama tentang Istishhab
‘Ulama
Hanafiah menetapkan bahwa Istishhab merupakan Hujjah untuk menetapakan apa-apa
yang di maksud oleh mereka. Jadi Istishhab merupakan ketetapan sesuatu yang telah ada semula dan juga mempertahan sesuatu
yang berbeda sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaannya.
III. Kehujjahan
Istishhab
Ahli ushul
fiqh berbeda pendapat tentang kehujjahan istishhab ketika tidak ada dalilsyara’
yang menjelaskan, antara lain:
a.
Menurut
mayoritas mutakallimin (ahli kalam) Istishhab tidak dapat di jadikan dalil,
karena hukum yang ditetapkan pada masa lampau menghendaki adanya dalil.
Demikian pula untuk menetapkan hukum yang sama pada masa sekarang dan masa yang
akan datang, harus berdasarkan dalil.
b.
Menurut
mayoritas ‘Ulama hanafiyah, khususnya muta’akhirin istishhab bisa dijadikan
hujjah untuk menetapkan hukum yang telah ada sebelumnya dan menganggap hukum
itu tetap berlaku pada masa yang akan datang, tetapi tidakbisa menetapkan hukum
yang akan ada.
c.
‘Ulama
malikiyyah, syafi’iyah, hanabilah, zahriyyah dan syi’ah berpendapat bahwa
istishhab bisa dijadikan hujjah secara mutlaq untuk menetapkan hukum yang telah
adaselama belum ada dalil yang mengubahnya. Alasannya mereka adalah bahwa
sesuatu yang tlahditetapkan pada masa lalu, selama tidak ada dalil yang
mengubahnya baik secara qath’i maupun zhanni, maka hukum yang telah ditetapkan
itu berlaku terus, karena diduga keras belum ada perubahannya.[2]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian istishhab
Asyaukani menta’rifkan istishhab yaitu :
“Tetapnya sesuatu hukum selama tidak ada yang mengubahnya”.
Jadi, hukum yang telah ditetapkan pada
masa yang lalu terus berlaku sampai ada Dalil lain dan merubah hukum tersebut. Atau
sebaliknya apa yang tidak ditetapkan pada masa lalu, terus demikian keadaanya
sampai ada dalil yang menetapkan hukumnya.
Pembagian
Istishhab
·
Istishab al-Bar’at al-ahliyyah
·
Istishhab
al-hukm
·
Istishhab
al ibahah al-ashliyah
·
Istishhab
wasaf
B. Kritik
dan Saran
Demikian makalah ini kami selesaikan sebagai salah satu tugas
perkuliahan pada semester tiga ini. Namun, kami dari kelompok 8 sebagai
penyusun, menyadari terdapa kekurangan maupun kesalahan, baik dalam
penyelesaian maupun pemaparam dari makalah kami ini.
Maka dari itu, kami sangat berharap dari para pembaca atau
pendengar sekalian baik dari teman-teman maupun Bapak
Dosen sebagai pembimbing dalam mata kuliah Ushul Fiqh
ini, untuk turut serta dalam memberikan kritik yang membangu dan saran yang
baik tentunya agar kedepannya nanti kami akan bisa menjadi lebih maju dan baik
dari sebulumnya. Aamiin..ya rabbal ‘Alamiin..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar